“SEBERKAS KISAH CINTA ABAD LALU”
“Bumi
Manusia” karya yang begitu mengagumkan, di dalamnya begitu banyak pesan
yang disampaikan secara tersirat maupun tersurat. Pramoedya Ananta Toer
membuat ceritanya mengalir begitu saja dengan berbagai konflik
monumental. Buku yang pernah saya baca memang tidaklah banyak, tapi
sepanjang pengalaman saya dalam membaca buku, baru kali pertama ini saya
merasa benar-benar jatuh cinta pada buku. Kisah yang disajikan berlatar
pada akhir abad 19 menjelang abad 20, memuat tentang keadaan sosial
pada saat itu dengan segala permasalahan yang ada. Alur ceritanya begitu
menarik untuk diikuti, keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Hindia
Belanda ia gambarkan dengan begitu jelas. Berbagai permasalahan ia
tuliskan dengan jelas hampir tanpa celah. Dalam tulisannya sendiri ia
mengisahkan tentang kisah cinta antara seorang pribumi dengan gadis Indo
keturunan Belanda. Minke.!! seorang pribumi yang mempunyai pola pikir
layaknya seorang Eropa, ia memang bukanlah keturunan pribumi biasa,
dalam darahnya masih mengalir darah para raja jawa, tetapi dirinya
sendiri sudah hampir bukan seorang jawa, hanya tubuhnya saja yang jawa
tetapi semua pandangannya tentang hidup sudah benar-benar seperti
pandangan seorang Eropa, suatu hal yang tidak biasa pada zamannya. Ia
adalah pemuda yang cerdas, penyuka sastra, berbeda dengan pemuda lainnya
pada zamannya. Annelis Mellema, gadis yang begitu cantik, bahkan dalam
buku ini kecantikannya disebut-sebut melebihi kecantikan daripada Ratu
Nederland pada saat itu, Ratu Wilhelma. Ia merupakan putri dari seorang
“Nyai”, bukan seorang Nyai biasa, bukan hanya seorang gundik yang
seringkali dianggap menjijikan. Ia merupakan putri dari seorang ibu yang
luar biasa, seorang ibu yang begitu mampu mengurusi banyak pekerjaan
setelah Tuan Mellema, tuannya, suami tidak sahnya, berubah menjadi
“orang gila” orang yang sudah tidak peduli pada apapun disekelilingnya.
Annelis lebih memilih untuk menjadi seorang pribumi seperti ibunya,
walaupun ayahnya merupakan seorang belanda, gadis ini begitu manja pada
mamanya, sikapnya begitu manis. Sangat bertolak belakang dengan sikap
Annelis, abangnya, Robert Mellema merasa bahwa dirinya
seorang Belanda tulen dan ia pun tidak menganggap Nyai sebagai ibunya,
ia sangat mengagumi ayahnya walaupun Ayahnya sendiri sudah tak perduli
apapun lagi termasuk dirinya.
Pramoedya
menuliskan kisah ini dengan sangat indah, kata-kata puitis bertebaran
disana-sini. Berbagai konflik terjadi, permasalahan disana-sini, semua
ia gambarkan dengan sangat nyata. Kisah dimulai dengan keseharian Minke,
seorang siswa H.B.S dengan berbagai kegiatannya, kemudian digambarkan
berbagai situasi pada masa itu, keseharian masyarakat pada masa itu,
semuanya diselipkan oleh Pramoedya dengan begitu cerdas. Pada
suatu waktu Minke diajak oleh temannya Robert Suurhof untuk datang ke
rumah temannya di wonokromo. Minke sudah sering mendengar desas-desus
tentang keberadaan satu keluarga yang mempunyai perusahaan besar di wonokromo. Nyai Ontosoroh, begitulah orang kampung menyebutnya, pemilik dari perusahaan besar bernama Boerderij Boeitenzorg,
diisukan Nyai memiliki kekuatan magis yang membuat tuannya sendiri
bertekuk lutut padanya, selain itu nyai juga dikabarkan mempunyai
pengawal yang begitu menyeramkan, Darsam namanya. Disaat Minke terus
ketakutan memikirkan hal itu, tetapi tiba-tiba kereta kuda mereka
berhenti di depan gerbang sebuah rumah megah, lalu Robert Suurhof
mengajak turun. Dalam pikiran Minke berkecamuk, inikah rumah Nyai
Ontosoroh?, Robert Suurhof tidak peduli pada berita-berita itu karena ia
seorang totok, belanda tulen dan tidak pernah peduli dengan apa yang
dibicarakan oleh para pribumi. Mereka berdua masuk, dan dari sinilah
kisah cinta ini dimulai dengan berbagai konflik yang rumit dan
menegangkan.
Walaupun
buku ini memuat kisah cinta, tetapi buku ini tidak mengajarkan kita
untuk menjadi cengeng karena sesuatu yang bernama “cinta”. Buku ini
membuat kita seolah-olah berada pada masa itu, menyaksikan langsung
berbagai peristiwa yang terjadi, membuka pikiran kita tentang kehidupan
dalam masa pemrintahan Hindia Belanda atau hanya sebuah Penjajahan Oleh
orang-orang Belanda?. Buku ini sesungguhnya memuat semua hal yang sering
terjadi pada akhir abad 19 dan menjelang abad 20. Berbagai ketidak
adilan yang dilakukan oleh kaum kolonial, kemunculan pemikiran-pemikiran
tentang hutang budi belanda kepada Hindia, pemikiran-pemikiran untuk
keadilan para pribumi, sikap masyarakat yang ada pada saat itu,
teknologi yang berkembang pada saat itu, strata sosial yang ada pada
saat itu, semuanya terbalut dengan indah dalam kisah cinta yang terjalin
antara Minke dengan Annelis.Walaupun pada akhir kisah dalam buku ini bisa dibilang agak
menyedihkan, tetapi buku ini adalah buku pertama dari empat rangkaian
buku karya Pramoedya Ananta Toer, jadi kita belum bisa menyimpulkan
akhir kisah hanya dengan membaca buku ini saja, ketiga buku lanjutannya
adalah; Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
Keempat buku ini pernah dilarang peredarannya oleh jaksa agung dari
rentang waktu tahun 1981 hingga tahun 1988, entah apa alasannya, mungkin
karena isinya yang dianggap tabu pada waktu itu, atau mungkin juga karena ada “alasan lain”. Selain
empat rangkaian buku ini, karya-karyanya yang lain juga seringkali
dilarang peredarannya, bahkan yang lebih parahnya tak jarang pula
dibakar. Walaupun begitu saya kira buku ini sangat perlu untuk dibaca,
menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang melewati hidup dengan
berbagai permasalahannya yang pelik.
“
Tetralogi ini adalah suatu kesatuan yang masing-masing jilidnya dapat
berdiri sendiri. Sebelum roman empat jilid ini dituangkan dalam tulisan,
kisahnya diceritakan secara lisan oleh penulis kepada temannya
seperasaian di unit III Wanayasha di pulau pembuangan Buru.” Prolog;
Hasta Mitra
“suatu usaha lagi untuk mengenal Indonesia”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar