Ini terjadi di hari pertamaku bekerja. Awalnya
aku masih berpikir bahwa bekerja adalah tahapan hidup yang harus dilalui,
sesederhana itu. Aku akan bekerja, mendapatkan gaji dan memberikan sebagian
gajiku untuk orang tua yang selama ini membiayaiku.
Ternyata aku hanya menggunakan otak dan sibuk
dengan kecemasan akan hari pertamaku sendiri. Aku ingat suatu saat aku dan
sahabatku ngobrol.
"Gimana reaksi ibumu setelah tau kamu
kerja?", tanyanya.
"Hmm, biasa aja sih. Cuma kasih
selamat.", jawabku.
"Oh itu sih sebenernya di balik pintu ibumu
terharu.", sahutnya.
"Hahaha.. iya mungkin. Tapi ibuku nggak
pernah yang heboh-heboh gitu kok.", balasku.
Ternyata bekerja itu bukan hanya sebuah tahapan
hidup di mana kita hanya melakukan sesuatu kemudian mendapatkan uang. Setengah
hariku hampir habis di kantor untuk mempelajari ini dan itu. Dalam setengah
hari itu pun aku berubah menjadi sosok yang lain dari kemarin.
Aku melepas segenap zona nyamanku, berusaha
beradaptasi dengan lingkungan baru, mengerjakan ini dan itu. Gila, aku capek
sekali. Kemarin aku masih bisa tidur siang dan nonton TV. Masih bisa
menghabiskan waktu untuk bermain-main.
Aku pun teringat ibuku yang sudah tua. Ini baru
sehari dan aku sudah merasakan sebegitu luar biasanya bekerja. Sedangkan ibu?
Ia sudah menempuh puluhan tahun untuk bekerja. Ia menghadapi semua untuk
menghidupi kami semua. Saat melakukan sholat Ashar, aku hampir menitikkan air
mata memikirkan ini. Apa saja yang sudah kulakukan untuk ibuku? Apa saja yang
sudah ibuku lakukan ketika aku dengan malasnya enak-enakan tidur siang dan
nongkrong membuang banyak uang?
Aku pulang malam hari itu. Sahabatku
mengantarkanku pulang. Di tengah perjalanan kami kembali bercakap-cakap.
"Gimana hari pertama?"
"Hahahaha... Babak belur aku dihajar tugas
dan waktu."
"Oh nggak apa-apa, nanti juga kamu terbiasa.
Ibumu pasti terharu waktu kamu ngasih gaji pertama."
Sejenak aku setuju akan pemikirannya. Namun tak
lama kemudian aku membatin, "Nggak. Gaji pertamaku nggak ada
apa-apanya kok. Itu nggak akan cukup membayar apa yang sudah dilakukan ibuku.
Bahkan, aku bekerja ini masih satu per sejuta langkah hidup ibuku.".
Ibuku, walaupun mungkin ia tidak terharu di balik
pintu, namun di balik matanya sudah menggerombol keharuan yang nyaris tak
terbendung. Walaupun aku sudah besar, ia akan tetap khawatir ketika putrinya
akan berangkat kerja di hari pertama. Walaupun aku akan menyodorkan gaji
pertamaku, itu tidak akan sebanding dengan apa yang telah ia berikan, bahkan
aku masih diberi kesempatan Tuhan untuk menerima lebih banyak lagi.
Ibu, aku baru benar-benar menyadari bahwa kau
benar-benar luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar